Tenaga Kerja Indonesia dalam Perspektif Kemanusiaan
Permasalahan TKI (Tenaga Kerja
Indonesia) bukan merupakan hal baru bagi bangsa Indonesia. Selama 35 tahun ini,
permasalahan TKI tidak mengalami perkembangan yang berarti. Dari tahun ke tahun
persoalan tenaga kerja Indonesia di luar
negeri bagai benang kusut bagi pemerintah. Pemerintah sendiri tidak bisa
mencegah keberangkatan mereka ke luar
negeri, karena memang di negeri sendiri lapangan kerja yang tersedia sangat
terbatas.
Menurut data Badan Pusat
Statistik atau BPS, jumlah orang miskin di Indonesia hingga Maret 2011 adalah
30 juta atau 12,40 persen dari seluruh penduduk. Kemiskinan ini pula yang
menjadi salah satu alasan warga miskin untuk menjadi buruh migran
atau TKI maupun TKW di luar negeri.
Untuk kawasan Timur Tengah, Arab
Saudi merupakan negara paling banyak menerima tenaga kerja asal Indonesia.
Setelah itu disusul Emirat Arab dan Kuwait. Sedangkan untuk kawasan Asia
Pasifik, kebanyakan tenaga kerja Indonesia bekerja di Malaysia dan Singapura.
Namun layaknya nasib tenaga kerja di negara lain, tenaga kerja Indonesia di
negeri itu pun kerap mengalami nasib buruk.
Beberapa contoh kasus TKI yang
ramai dibicarakan adalah kasus Suyati dan Darsem yang mendapat hukuman mati di
Arab Saudi. Memang TKI yang bekerja di sektor rumah tangga sering kali
mengalami nasib yang menyedihkan, mereka disiksa, dibunuh bahkan mengalami
pelecehan seksual dari sang majikan. Sudah banyak kasus penyiksaan yang menimpa
para Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Tidak terdapat perubahan atas berbagai kasus
sebelumnya yang terjadi, justru belakangan kasus penyiksaan buruh migran
semakin meningkat. Sebenarnya hal ini bertentangan dengan sila kedua pancasila
tentang kemanusiaan dan hak asasi manusia. Oleh karena itu peran pemerintah dan
masyarakat sangat diperluan dalam menangani kasus-kasus yang menimpa warga
negara kita di luar negeri.
Kasus-kasus
TKI di luar negeri
Seiring dengan peningkatan jumlah
penduduk yang tidak diimbangi dengan penambahan lapangan pekerjaan, banyak
penduduk Indonesia pergi mencari peruntungan di negeri seberang. Untuk kawasan
Timur Tengah, Arab Saudi merupakan negara paling banyak menerima tenaga kerja
asal Indonesia. Setelah itu disusul Emirat Arab dan Kuwait. Sedangkan untuk
kawasan Asia Pasifik, kebanyakan tenaga kerja Indonesia bekerja di Malaysia dan
Singapura.
Namun layaknya nasib tenaga kerja
di negara lain, tenaga kerja Indonesia di negeri itu pun kerap mengalami nasib
buruk.Di Malaysia, TKI disebut Indon, suatu sebutan yang sangat merendahkan
bangsa Indonesia. Di Arab Saudi, para
TKW dianggap sebagai budak, bahkan dianggap sebagai perempuan murahan yang bisa
diperlakukan apa saja.
Ruyati salah seorang pekerja
migran dari Indonesia dihukum pancung pada Sabtu (18/6/2011). Ia mendapatkan
hukuman tersebut karena membunuh majikannya, seorang wanita Arab Saudi bernama
Khairiya binti Hamid Mijlid. Pada pertengahan tahun 2010, Ruyati membunuh
majikannya dengan pisau dapur. Dia mengakui hal tersebut saat disidang di pengadilan.
Pengadilan Syariah Arab Saudi kemudian memutuskan hukuman mati untuknya. Lebih
tragis lagi, pihak Arab Saudi tidak memberitahukan mengenai kapan pelaksanaan
eksekusi tersebut. Akibatnya, Pemerintah Indonesia tidak bisa berbuat apa-apa
hingga hari eksekusi Ruyati.
Kasus lain yang sempat ramai
dibicarakan datang dari Darsem TKW yang berangkat ke Saudi sejak Agustus 2006.
Darsem juga divonis hukuman pancung oleh pengadilan disana. Dia didakwa
membunuh saudara majikannya. Padahal, perbuatan tersebut dilakukan Darsem untuk
membela diri karena nyaris diperkosa. Belajar dari kasus Ruyati, pemerintah
lantas berupaya mencari celah agar Darsem lolos dari hukuman pancung. Akhirnya
celah hukum pun ditemukan. Darsem bisa lolos dari hukuman mati dengan membayar
diyat (denda) 2 juta riyal (sekitar Rp 4,7 miliar).
Kementerian Luar Negeri
mengungkapkan, selain Ruyati binti Satubi yang sudah dieksekusi di Arab Saudi,
terdapat 303 Warga Negara Indonesia yang terancam hukuman mati sejak tahun 1999
hingga 2011. Dari 303 orang, tiga orang telah dieksekusi, dua orang dicabut
nyawanya di Arab Saudi, dan satu orang di Mesir. Malaysia menjadi negara yang
memiliki daftar kasus WNI terancam hukuman mati terbanyak dengan jumlah 233
TKI. China berada di peringkat kedua dengan 29 orang TKI, dan Arab Saudi berada
di peringkat ketiga dengan 28 orang TKI.
Berdasarkan data Kemenlu, narkoba
menjadi faktor penyebab terbanyak TKI diancam hukuman mati–ada 209 kasus.
Sedangkan membunuh berada di peringkat kedua dengan 85 kasus. Jika diurut berdasarkan negara, di Arab Saudi
kasus pembunuhan menjadi penyebab utama TKI
terancam hukuman mati. Ada 22 kasus pembunuhan yang didakwakan kepada
TKI.
Dalam catatan Kemnakertrans,
hingga akhir 2011, kasus TKI di Kerajaan Saudi Arabia menduduki peringkat tertinggi
dibandingkan negara penempatan TKI lainnya dengan jumlah sebanyak 10.393 kasus,
dengan permasalahan kasus di antaranya gaji tidak dibayar, penyiksaan/kekerasan
fisik, pelecehan seksual, beban kerja tidak sesuai, sakit dan lain-lain.
Kesimpulan dan Analisa
Kasus penyiksaan dan eksekusi
hukum yang dialami TKI dan TKW kita di luar negeri sangat memprihatinkan.
Terjadinya kasus ini menunjukkan bahwa regulasi yang diberlakukan pemerintah
kurang menjamin keselamatan para TKI dan TKW yang berada di luar negeri.
Sehingga diperlukan regulasi yang lebih mampu memberikan keamanan kepada para
pahlawan devisa ini. Sebagaimana amanat Pancasila sila kedua kemanusiaan yang
adil dan beradab, perlindungan TKI atas penyiksaan merupakan pelaksanaan
sebagian butir-butir dari sila kedua. Selain dengan membuat regulasi yang kuat,
penambahan lapangan pekerjaan di Indonesia merupakan salah satu solusi untuk
mengurangi TKI dan TKW ke luar negeri. Namun tentu peran aktif setiap warga
negara untuk bergandengan tangan menangani masalah akan membuat beban semakin
ringan
a. Keadilan
legal atau keadilan moral
tugas pemerintah
untuk dapat menyediakan lapangan kerja untuk warganya dimana sesuai dengan
amanat pancasila sila 5 yaitu keadilan bagi seluruh rakyat indonesia,dimana
setiap warga berhak mendapatkan keadilan sebagai warga negara dan kesejahteraan
yang layak agar tidak adanya warganya yang bekerja jauh dari tanah air nya.
b. Keadilan
distributive
lagi-lagi ini
adalah tugas dari pemerintah khususnya didalam departemen ketanagakerjaan dimana
pengawasan terhadap tenaga-tenaga kerja Indonesia adalah salah satu tugas dari
jajaran tersebut,dibutuhkannya regulasi yang kuat dari pemerintah sehingga mampu menjamin keselamatan para tenaga kerja
Indonesia di luar negeri.
c. keadilan
komutatif
perlunya regulasi
yang kuat tersebut selain untuk menjamin keselamatan tenaga kerja Indonesia
diluar negeri,juga sebagai ketertiban dan kesejahteraan umum,maksud dari
ketertiban tersebut adalah minimnya TKI dan TKW yang illegal sedangkan untuk
kesejahteraan umum adalah dimana tenaga kerja Indonesia adalah sebagai salah
satu penyumbang besar bagi devisa Negara selayaknya mereka-meraka juga dapat
diperlakukan sebagai pahlawan disaat mereka-mereka kembali ketanah airnya.
ditulis untuk tugas IBD
sumber: http://blog.ub.ac.id