Saat usiaku masih muda, aku adalah
seorang pekerja keras yang tak ingin merepotkan kedua orang tuaku dakam
membesarkan dan membiayai pendidikan. Aku kerap berusaha sendiri dengan
berbagai cara yang menurutku sanggup aku kerjakan. Dan kedua orang tuaku juga
mendukung apa yang menjadi keputusanku. Bahkan mereka merasa bangga dengan anak
bungsunya.
Begitupun saat aku akhirnya menemukan
jodohku, seorang perempuan cantik dan penuh kasih sayang. Hingga akhirnya kami
mampu membesarkan dan membiayai semua kebutuhan tiga anak kami, bahkan sampai
mereka dapat menyelesaikan pendidikan sampai dengan perguruan tinggi. Karena
aku tak mau melihat anak-anak menderita seperti aku yang membiayai semua
kebutuhan dengan usaha sendiri.
Kami memang berhasil membiayai mereka,
namun rupanya kami tak berhasil mendidik mereka menjadi orang yang peka
terhadap penderitaan sesama. Jangankan kepada orang lain perhatian terhadap
orang tuanyapun seperti tak pernah mereka tunjukan. Awalnya aku mengganggap hal
sebagai hal yang lumrah, mungkin mereka masih terlalu muda untuk hal itu.
Namun ternyata anggapan itu sangat
keliru. Saat mereka sudah berhasil dalam meraih kehidupan termasuk telah
behasil dalam membina rumah tangga mereka tetap melupakan rasa peka terhadap
penderitaan, kesepian dan kehidupanku sebagai orang tua mereka yang sangat
membutuhkan kehadiran mereka, bukan harta mereka
Penderitaanku dimulai saat istriku
tercinta meninggal dunia karena sakit yang berkepanjangan. Sejak kepergian
istri, tinggallah aku hanya dengan para pembantu kami karena anak-anak kami
semua tidak ada yang mau menemani karena mereka sudah mempunyai rumah yang juga
besar. Hidupku rasanya hilang, tiada lagi anak-anak yang mau menemani setiap
saat aku memerlukan mereka.
Tidak sebulan sekali anak-anak mau
menjengukku ataupun memberi kabar melalui telepon. Lalu tiba-tiba anak sulungku
datang dan mengatakan kalau dia akan menjual rumah karena selain tidak effisien
juga toh aku dapat ikut tinggal dengannya. Dengan hati yang berbunga aku
menyetujuinya karena toh aku juga tidak memerlukan rumah besar lagi tapi tanpa
ada orang-orang yang aku kasihi di dalamnya.
Setelah itu aku ikut dengan anakku yang
sulung. Tapi apa yang aku dapatkan? Setiap hari mereka sibuk
sendiri-sendiri dan kalaupun mereka ada dirumah tak pernah sekalipun mereka mau
menyapa. Semua keperluanku pembantu yang memberi. Untunglah aku selalu hidup
teratur dari muda maka meskipun sudah tua aku tidak pernah sakit-sakitan.
Setelah beberapalama tinggal
bersama si sulung, lalu aku tinggal dirumah anakku yang lain. Saat itu aku
berharap yang yang kualami di rumah si sulung tak terjadi lagi, namun harapan
tinggalah menjadi harapan. Di rumah ini aku justru mendapatkan lagi penderitaan
bahkan lebih parah dari sebelumnya. Mereka mengganti semua peralatan yang aku
pakai dengan peralatan dari kayu dan plastik, dengan alasan untuk menjaga
keselamatanku Setiap hari aku makan dan minum sambil mengucurkan airmata dan
bertanya dimanakah hati nurani mereka?
Akhirnya aku tinggal dengan anakku yang
terkecil, anak yang dulu sangat aku kasihi melebihi yang lain karena dia dulu
adalah seorang anak yang sangat memberikan banyak kebahagiaan pada kami semua.
Setelah beberapa lama aku tinggal disana akhirnya anakku dan istrinya
mendatangi aku lalu mengatakan bahwa mereka akan mengirimku untuk tinggal di
panti jompo dengan alasan supaya aku punya teman untuk berkumpul dan juga
mereka berjanji akan selalu mengunjungiku.
Sekarang sudah tiga tahun aku
disini tapi tidak sekalipun dari mereka yang datang untuk mengunjungi, apalagi
membawakan makanan kesukaanku. Hilanglah semua harapan tentang anak-anak yang
aku besarkan dengan segala kasih sayang dan kucuran keringat. Aku kadang
bertanya-tanya mengapa kehidupan hari tuaku demikian menyedihkan. Padahal aku
bukanlah orangtua yang menyusahkan, semua harta yang aku kumpulkan mereka
ambil. Dan aku tidak mempermasalahkan itu, aku hanya minta sedikit perhatian
dari mereka tapi mereka sibuk dengan diri sendiri.
Terkadang aku menyesali diri mengapa
aku bisa melahirkan anak-anak yang demikian kejam. Untunglah di panti ini aku
bisa mendapatkan banyak teman, dan juga kunjungan dari sahabat-sahabatku dulu,
tetapi walau bagaimanapun aku merindukan anak-anakku untuk sekedar datang dan
memelukku, itu saja permintaanku sebelum aku dijemput ajal yang mungkin
sebentar lagi akan datang.
ANALISA MANUSIA DAN PENDERITAAN DALAM
KISAH "DERITA HIDUP SEORANG AYAH"
Pengertian Penderitaan
Penderitaan berasal dari kata derita.
Kata derita berasal dari bahasa sansekerta dara artinya menahan atau
menanggung. Derita artinya menanggung atau merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan.
Penderitaan dapat berupa penderitaan lahir atau batin atau lahir dan batin.
Penderitaan termasuk realitas manusia dan dunia. Intensitas penderitaan
bertingkat-tingkat, ada yang berat, ada yang ringan.
Dalam
cerita "Derita Hidup Seorang Ayah", penderitaan timbul akibat
perbuatan manusia. Dikisahkan dalam cerita tentang hidup seorang ayah yang
dalam akhir hidupnya merasa menderita. Dia hidup seorang diri di sebuah panti
jompo, padahal dia mempunyai 3 anak. Tak ada satupun anaknya yang merawat ayahnya.
Penderitaannya dimulai saat istrinya
tercinta meninggal dunia karena sakit yang berkepanjangan. Sejak saat itu dia
tinggal dengan pembantu karena anak-anaknya semua tidak ada yang mau
menemani karena mereka sudah mempunyai rumah yang juga besar. Hidupnya menjadi
kesepian, tiada lagi anak-anak yang mau menemani setiap saat dia memerlukan
kehadiran mereka. Sampai pada akhirnya anaknya yang tertua menjual rumahnya.
Dia tinggal dengan anak-anaknya. Namun mereka tidak memperlakukan dia dengan
baik sebagai seorang ayah. Kemudian anaknya yang terkecil memutuskan untuk
membawanya ke panti jompo dengan alasan agar mempunyai teman dan mereka
berjanji akan selalu mengunjunginya.
Sudah tiga tahun di panti jompo tetapi tak ada satupun dari anaknya yang datang mengunjunginya. Terkadang dia menyesal mengapa bisa melahirkan anak-anak yang kejam dan tega menelantarkan orang tuanya. Harapannya sebelum ajal tiba dia masih bisa bertemu dengan anak-anaknya.
Kesimpulan dari cerita diatas adalah penderitaan yang disebabkan akibat perbuatan manusia. Disini seorang ayah diperlakukan secara buruk oleh anak-anaknya di masa tuanya. Sehingga dia merasa menderita dan tidak mendapatkan kebahagiaan ataupun kasih sayang dari anak-anaknya yang telah dia besarkan
ditulis untuk tugas ilmu budaya dasar
sumber: http://storytionghoanews.blogspot.com
sumber: http://storytionghoanews.blogspot.com